Membaca status seorang kawan di Facebooknya yang bunyinya kira-kira
seperti ini: “survey tingkat baca masyarakat yg dilakukan UNICEF
menempatkan Indonesia pada posisi 38 dari 39 negara…sungguh
memprihatinkan”, membuat saya membayangkan saya saat masih muda dulu
(emang sekarang dah tua? hehehe) dan melihat disekililing lingkungan
pada waktu itu. Lingkungan dimana saya tinggal ketika itu memang jauh
dari kemajuan bila tidak dapat dikatakan tertinggal sehingga budaya
membacapun tentu saja jarang dijumpai. Kegiatan kami waktu itu ya
sekolah, belajar, bermain. Namun begitu ada satu keluarga yang bisa
dikatakan berlebih dari tetangganya, mempunyai anak seusia kami,
disanalah biasanya kami merasakan bagaimana membaca selain buku
pelajaran meski hanya sebuah majalah BOBO.
Sebenarnya, di rumah kamipun ada bacaan lain selain buku pelajaran
yang juga sangat banyak di rumah, karena bapak adalah seorang guru. Di
rumah ada majalah kuncup yang lazim ketika itu diperuntukkan untuk siswa
SD dan keluarga kami ketika itu berlangganan majalah bahasa jawa
“JAYABAYA”.
Ketika saya masih duduk di SD, guru kelas 5 saya waktu itu (Pak Jono)
berinisiatif untuk membuka perpustakaan sekolah. Sejak saat itu saya
mulai mengenal buku bacaan yang lebih beragam, dan sejak saat itu pula
saya mengenal bagaimana mengelola perpustakaan (meski tingkatnya masih
perpustakaan SD). Pada akhirnya ketika sudah beranjak dewasa, saya
dipasrahi untuk mengelola taman bacaan desa, meskipun itu jujur hanya
untuk keperluan lomba.
Meskipun sudah bersinggungan dengan buku dan perpustakaan sejak
masih kecil, namun minat baca ketika itu sara rasa masih sangat minim
(ini saya sadari nanti ketika saya kuliah dan bergaul dengan para
aktivis mahasiswa di HMI), ini terbukti sampai SMApun saya jarang sekali
masuk perpustakaan (kecuali karena terpaksa mencari tugas atau karena
terlambat datang dan dihukum tidak boleh masuk kelas), apalagi membeli
buku bacaan. Sekarang saya sadari, bahwa minat baca saya ketika itu
ternyata adalah karena pengaruh lingkungan.
Ketika saya masuk perguruan tinggi dan bergabung dengan para aktivis
mahasiswa di HMI, disanalah saya sadari betapa bodohnya saya. Sedikitpun
saya tidak mengetahui apa yang sedang didiskusikan, saya hanya bengong
dan mendengar saja. Sejak saat itulah mulai saya bangun pilar-pilar
kesadaran akan betapa penting dan bermaknanya bila kita gemar membaca.
Lingkungan, ya.. itulah yang membentuk saya dengan minat baca. Ketika
saya bergaul di HMI bersama Mas Fathur (El-Fath), Mas Roni, Mas Imron,
Mas Roziq, Ristanto, Popoi dll yang ketika itu, setiap ada kesempatan
baik dengan telentang diatas kasur, cangkruk’an di warung, nongkrong di
parkiran mereka dengan santai membaca buku, dan pemikiran-pemikirannya
juga tentu saja lebih luar, itulah motivasi saya.
Dengan kesadaran saya atas bodohnya saya ketika masih kecil dan
remaja maka saya selalu menekankan kepada adik-adik saya untuk gemar
membaca. Sampai ketika saya bertugas di Bengkulu, saya ingin masyarakat
disekitar menambah pengetahuannya dengan membaca buku, maka kami melalui
HTSC membuka rumahBACA. Terima kasih atas semua bantuannya kepada semua pihak yang berperan sampai rumahBACA tersebut berdiri, semoga dimanfaatkan dengan baik.
Kesimpulan dari ini semua, lingkungan terutama keluarga sangat
mempengaruhi tingkat baca masyarakat, sehingga.. marilah kita sebarkan
virus-virus membaca dimanapun kita berada, buat lingkungan sekitar kita
gemar membaca. Percuma juga 100% melek huruf tapi tidak dimanfaatkan
secara maksimal untuk menyerap berbagai macam pengetahuan yang tersebar
dimana-mana. Bahkan, sekarang semakin banyak pengetahuan tersebar karena
adanya internet, ada ebook dan lain sebagainya. Sehingga.. kegiatan
kita ketika sedang menunggu adalah membaca, buka dengan gosip, melamun,
atau melakukan kegiatan yang tidak produktif. Dengan begitu, semoga
tahun depan peringkat Indonesia tidak lagi 38 dari 39, minimal virus itu
sudah mulai menjalar terutama kepada para generasi muda Indonesia, mari
maju Indonesia.
Iqra’.. bacalah..bacalah…
(Re-Post dari http://nywaskito.wordpress.com/2010/02/08/virus-baca/)
No comments:
Post a Comment