Sumber: Buku Kafe Etos
Oleh: Jansen H Sinamo
Tersebutlah dua orang sahabat memasuki restoran pada sebuah hotel baru
berbintang lima berlian. Mereka ingin bersantap siang. Setelah mendapatkan
tempat duduk, datanglah seorang pelayan membawa teh dan kopi.
“Selamat pagi Tuan. Minumnya apa? Kopi atau teh?” Tanya pelayan itu
dengan ramah.
“Terimakasih. Saya minta, “ jawab pria yang pertama.
Pelayan itu pun menuangkan kopi.
“Kalau Tuan?” tanyanya kepada tamu kedua.
“Saya minta teh saja.”
Sebelum menuangkan teh, dengan sopan pelayan tersebut bertanya, “Maaf,
benarkah Tuan seorang kidal?”
Kaget dan takjub sang tamu menjawab, “Oh, benar sekali.
Tapi, dari mana Anda tahu?”
Sambil tersenyum si pelayan meletakkan kopi dan tehnya, lalu dengan
sigap menata sendok dan garpu di meja tersebut agar sesuai dengan kondisi orang
kidal,
Sambil menuangkan teh, pelayan itu menjawab, “Ya, saya memperhatikan
gerak-gerik Tuan sejak tadi. Saya melatih diri saya untuk mengenali ciri-ciri
orang kidal.”
Berkatalah pria kidal itu kepada sahabatnya, “Ini luar biasa, sudah
ratusan kali saya masuk restoran, tapi belum pernah saya menjumpai pelayan yang
merasa peduli pada tamunya yang bertangan kidal. Baru kali inilah saya dilayani
secara istimewa.”
Tampak sekali wajahnya mebersitkan rasa haru dan gembira. Perlakuan istimewa
tersebut sangat menyentuh hatinya.
***
Ini adalah Ethos 8 in-action: Kerja adalah Pelayanan, kita harus
bekerja paripurna penuh kerendahan hati. Dari kisah ini kita mendapat pelajaran
penting: melayani berarti menyajikan sesuatu sedemikian kena dengan kebutuhan,
kondisi, dan masalah pelanggan yang unik.
Layaknya restoran dan rumah makan pada umumnya, semua perkakas makan
selalu di tata dengan asumsi para tamu yang datang bertangan normal. Namun,
sebenarnya banyak juga orang kidal, sekitar 15 persen banyaknya. Sama seperti
si pelayan yang melatih dirinya melihat kekhasan tamunya serta mampu dengan
sigap mengubah dan menata perkakas makan-minum itu, demikian juga kita perlu
mempunyai kemampuan yang sama dalam bidang kita masing-masing. Itulah yang
mendatangkan kepuasan pada pelanggan.
Dan itulah yang dimaksud dengan melayani secara paripurna. Paripurna,
selain bermakna lengkap dan menyeluruh, juga berarti memperhatikan dan
menangani semua perkara hingga ke detailnya. Jika kita mampu melatih diri
demikian, niscaya mampu melayani secara paripurna.
Kemampuan ini membutuhkan kerendahan hati dan kesungguhan perhatian: fokus
pada orang lain, pada pelanggan atau klien. Banyak pekerja yang pikirannya
begitu tersita pada seluruh kebutuhannya saja. Mereka tenggelam dalam
masalahnya sendiri. Kemampuan keluar
dari kepentingan diri sendiri dan mengerahkan energi melihat kepentingan orang
lain adalah kunci melayani dengan paripurna penuh kerendahan hati.
Kita tahu, orang yang rendah hatilah yang berkenan kepada Tuhan. Lebih
membumi lagi: mereka juga berkenan kepada rakyat, kepada atasan, dan kepada
pelanggannya.
Gagasan untuk diterapkan:
Cobalah memusatkan perhatian kepada dua atau tiga orang pelanggan/
nasabah/ atasan/ tamu VIP yang sehari-hari Anda jumpai. Temukanlah satu
kebutuhan khusus mereka, serta lakukan usaha khusus memenuhinya. Kemudian catat
akibanya.
Pilihlah satu atau dua orang biasa (petugas parker, petugas keamanan,
pelayan restoran, dsb.) untuk Anda perhatikan dengan saksama keperluan
khususnya, lalu dengan tulus usahakanlah memenuhi kebutuhan tersebut. Catat
pula hasilnya.
No comments:
Post a Comment