4.25.2013

Pelanggan Kidal

Sumber: Buku Kafe Etos
Oleh: Jansen H Sinamo

Tersebutlah dua orang sahabat memasuki restoran pada sebuah hotel baru berbintang lima berlian. Mereka ingin bersantap siang. Setelah mendapatkan tempat duduk, datanglah seorang pelayan membawa teh dan kopi.

“Selamat pagi Tuan. Minumnya apa? Kopi atau teh?” Tanya pelayan itu dengan ramah.

“Terimakasih. Saya minta, “ jawab pria yang pertama.

Pelayan itu pun menuangkan kopi.

“Kalau Tuan?” tanyanya kepada tamu kedua.

“Saya minta teh saja.”

Sebelum menuangkan teh, dengan sopan pelayan tersebut bertanya, “Maaf, benarkah Tuan seorang kidal?”

Kaget dan takjub sang tamu menjawab, “Oh, benar sekali.

Tapi, dari mana Anda tahu?”

Sambil tersenyum si pelayan meletakkan kopi dan tehnya, lalu dengan sigap menata sendok dan garpu di meja tersebut agar sesuai dengan kondisi orang kidal,

Sambil menuangkan teh, pelayan itu menjawab, “Ya, saya memperhatikan gerak-gerik Tuan sejak tadi. Saya melatih diri saya untuk mengenali ciri-ciri orang kidal.”

Setelah mencatat pesenan, pelayan itupun pergi.

 

Berkatalah pria kidal itu kepada sahabatnya, “Ini luar biasa, sudah ratusan kali saya masuk restoran, tapi belum pernah saya menjumpai pelayan yang merasa peduli pada tamunya yang bertangan kidal. Baru kali inilah saya dilayani secara istimewa.”

Tampak sekali wajahnya mebersitkan rasa haru dan gembira. Perlakuan istimewa tersebut sangat menyentuh hatinya.



***

Ini adalah Ethos 8 in-action: Kerja adalah Pelayanan, kita harus bekerja paripurna penuh kerendahan hati. Dari kisah ini kita mendapat pelajaran penting: melayani berarti menyajikan sesuatu sedemikian kena dengan kebutuhan, kondisi, dan masalah pelanggan yang unik.

Layaknya restoran dan rumah makan pada umumnya, semua perkakas makan selalu di tata dengan asumsi para tamu yang datang bertangan normal. Namun, sebenarnya banyak juga orang kidal, sekitar 15 persen banyaknya. Sama seperti si pelayan yang melatih dirinya melihat kekhasan tamunya serta mampu dengan sigap mengubah dan menata perkakas makan-minum itu, demikian juga kita perlu mempunyai kemampuan yang sama dalam bidang kita masing-masing. Itulah yang mendatangkan kepuasan pada pelanggan.

Dan itulah yang dimaksud dengan melayani secara paripurna. Paripurna, selain bermakna lengkap dan menyeluruh, juga berarti memperhatikan dan menangani semua perkara hingga ke detailnya. Jika kita mampu melatih diri demikian, niscaya mampu melayani secara paripurna.

Kemampuan ini membutuhkan kerendahan hati dan kesungguhan perhatian: fokus pada orang lain, pada pelanggan atau klien. Banyak pekerja yang pikirannya begitu tersita pada seluruh kebutuhannya saja. Mereka tenggelam dalam masalahnya sendiri.  Kemampuan keluar dari kepentingan diri sendiri dan mengerahkan energi melihat kepentingan orang lain adalah kunci melayani dengan paripurna penuh kerendahan hati. 

Kita tahu, orang yang rendah hatilah yang berkenan kepada Tuhan. Lebih membumi lagi: mereka juga berkenan kepada rakyat, kepada atasan, dan kepada pelanggannya.



Gagasan untuk diterapkan:



Cobalah memusatkan perhatian kepada dua atau tiga orang pelanggan/ nasabah/ atasan/ tamu VIP yang sehari-hari Anda jumpai. Temukanlah satu kebutuhan khusus mereka, serta lakukan usaha khusus memenuhinya. Kemudian catat akibanya.



Pilihlah satu atau dua orang biasa (petugas parker, petugas keamanan, pelayan restoran, dsb.) untuk Anda perhatikan dengan saksama keperluan khususnya, lalu dengan tulus usahakanlah memenuhi kebutuhan tersebut. Catat pula hasilnya.

No comments:

Post a Comment