Pengantar
Beberapa waktu ini otak sepertinya tidak mampu menuangkan banyaknya
ide yang ada dalam pencetan jari jemari diatas tuts keyboard laptop,
sehingga untuk menjaga kesinambungan blog ini saya mencoba menampilkan
beberapa tulisan yang pernah saya tulis untuk majalah perusahaan
“POINTER”. Semoga berkenan…
================================================================================
BUDAYA PERUSAHAAN VS BUDAYA INDIVIDU
Perilaku organisasi, khususnya budaya perusahaan dewasa ini menjadi
topik yang menarik, hal ini karena ternyata ada korelasi yang sangat
besar antara perilaku dengan perkembangan organisasi. Budaya perusahaan
menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi organisasi untuk menjabarkan
dan menjadi pedoman pelaksanaan visi dan misi organisasi dan dalam
rangka pencapaian tujuan organisasi. Budaya perusahaan membantu mencapai
sukses organisasi/perusahaan.
Budaya adalah satu set nilai, penuntun, kepercayaan, pengertian,
norma, falsafah, etika, dan cara berpikir. Budaya dalam suatu lingkungan
sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan pribadi yang berada di
lingkungan tersebut, dalam hal ini adalah perusahaan. Permasalahan yang
menarik sekarang adalah dimana letak dari Budaya Individu? Budaya
individu yang mewarnai budaya perusahaan atau sebaliknya? Terlepas dari
itu, yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam suatu organisasi
terdapat individu-individu yang mempunyai latar belakang dan perilaku
yang berbeda-beda karena berasal dari lingkungan yang berbeda-beda pula,
baik secara langsung maupun tidak telah membentuk sikap dan
perilakunya, yang diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang
lingkungan mereka.
Suatu organisasi terdiri dari individu-individu yang secara
bersama-sama berkumpul dan mempunyai tujuan yang sama, setiap individu
meskipun mempunyai tujuan yang sama belum tentu berkembang dan hidup
dalam lingkungan yang sama pula, sehingga setiap individu mempunyai ciri
dan budaya yang berbeda-beda sesuai dengan darimana mereka berasal,
dimana mereka hidup dan berkembang. Lingkungan sangat mempengaruhi
perilaku setiap individu.
Karena masing-masing individu mempunyai budaya yang berbeda-beda,
permasalahannya adalah mampukah mereka yang mempunyai latar belakang
budaya yang beragam ini secara bersama-sama mencapai tujuan perusahaan
dengan cara saling memahami, membantu dan mengerti satu sama lain?
Jawaban dari pertanyaan tersebut tentunya adalah bisa.
Sikap Dasar Manusia
Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan dengan membawa sifat hanief
atau selalu berusaha mencari kebenaran. Dengan demikian, sebenarnya
setiap manusia mempunyai sifat-sifat yang benar atau sesuai atau dapat
diterima oleh manusia lainnya dimanapun mereka. Meskipun setiap manusia
mempunyai sifat-sifat yang baik belum tentu akan dengan mudah mereka
beradaptasi dan dengan komitmen serta penuh kesadaran menjalankan budaya
yang dianut oleh suatu organisasi dimana dia berada di dalamnya.
Organisasi, dalam hal ini perusahaan tentu saja akan memilih
nilai-nilai yang dipandang baik. Baik disini dalam arti diakui baik oleh
semua orang terutama anggota organisasi maupun baik karena hal itu
dapat mendorong perusahaan berkembang, mempunyai keunggulan bersaing,
dan sustainable di masa yang akan datang. Hal ini juga disebabkan karena sifat hanief manusia, karena bagaimanapun perusahaan tidak terlepas dari manusia.
Seperti telah disinggung diatas, meskipun ada keselarasan antara nilai-nilai yang dipilih oleh perusahaan dengan sifat hanief manusia
dan nilai-nilai yang telah dimiliki oleh individu-individu dalam
perusahaan bukannya suatu yang mudah untuk mengharapkan, atau kalau
tidak memaksa, anggota perusahaan (karyawan) untuk berperilaku seperti
nilai-nilai yang telah dipilih perusahaan (baik dipilih sendiri oleh
manajemen maupun atas bantuan konsultan). Dibutuhkan upaya untuk
meyelaraskan nilai-nilai yang telah dipilih oleh perusahaan dengan
nilai-nilai yang telah dimiliki oleh karyawan. Upaya penyelarasan ini
tidak bisa dilakukan secara instant dan langsung jadi. Menurut
hasil penelitian Tom Peters-Robert Waterman (1982), Jim Collins-Jerry
Porras (1995), dan William Joyce-Nitin Nohria-Bruce Roberson (2002),
budaya perusahaan secara konsisten selalu muncul sebagai faktor penentu
kesuksesan jangka panjang perusahaan. Dengan demikian perlu perhatian
ekstra, khususnya dari manajemen untuk mengembangkan budaya perusahaan
agar selaras dan dapat dianut oleh semua lapisan dalam perusahaan.
Diperlukan role model dalam sosialisasi dan pengenalan budaya perusahaan. Role model tersebut juga harus mampu sebagai culture builder. Role model dan culture builder ini
harus benar-benar memahami nilai-nilai perusahaan dan dalam
kesehariannya telah berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut.
Culture Builder
Kita bisa mengambil satu contoh seorang culture builder, contoh ini dipilih bukan hanya karena dia secara pribadi sebagai culture builder
tapi juga perusahaan dimana dia membangun budaya tersebut. Kristiono
dan PT Telkom tentunya bukan nama yang asing bagi kita. PT Telkom bisa
dikatakan menjalankan management best practice diantara BUMN
lain di Indonesia sehingga apa yang dilakukannya selalu menjadi model
bagi BUMN lainnya. Kristiono, seperti kita tahu adalah salah satu dirut
PT Telkom yang bisa dikatakan sangat berhasil.
Pada era Kristiono Telkom mengambil suatu kebijakan yang sangat
berani, yaitu merubah budaya perusahaan. Pada era sebelumnya, Tekom
mempunyai budaya sendiri-sendiri di masing-masing Divisi Regionalnya
atau sub-culture. Kristiono sebagai nahkoda transformasi mampu memainkan peran kunci sebagai pembangun budaya (culture builder)
Telkom yang efektif. Kristiono tak main-main dalam mengimplementasi dan
mengaktualisasikan budaya yang telah dipilih Telkom. Ia turun langsung
memimpin eksekusi dengan keliling ke seluruh divre untuk memberikan sponsorship secara total. Ia menyediakan 125 persen waktu dan energinya untuk memikirkan hal ini. Ia juga menempatkan upaya culture overhaul
ini sebagai salah satu dari lima ”medan peperangan” Telkom menghadapi
era kompetisi dan memposisikan diri sebagai ”panglima perang” budaya
korporat. Dengan tegas ia menginstruksikan semua Divre untuk
menanggalkan budaya lama dan meleburkan diri ke dalam The Telkom Way 135 (TTW 135).
Ketegasan dalam menyatukan divre dalam payung TTW 135 ini bukannya
tanpa resiko. Di organisasi manapun perubahan budaya perusahaan adalah
persoalan yang paling sulit. Kebanyakan pemimpin kalau bisa tak
menyentuh persoalan ini, karena persoalan budaya selalu menyangkut
orang, sarat dengan corporate politics, karena hal tersebut
memiliki resiko sangat besar. Dan celakanya persoalan ini tak bisa
didelegasikan, seorang pemimpin mau tak mau harus turun tangan sendiri.
Karena turun sendiri, maka mau tak mau ia harus siap menjadi role model. Tanpa role modeling kredibilitas si pemimpin akan rontok dan bisa dipastikan persoalan ini tak akan bisa dituntaskan.
Dari contoh tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa peran seoarang
pemimpin (Dirut/CEO/General Manager) sangat penting sebagai role model dan culture builder.
Untuk mempercepat implementasi dan aktualisasi nilai-nilai perusahaan
sudah sewajarnya apabila pemimpin-pemimpin di daerah atau divisi
(Manajer dan segenap manajemen) juga bertanggung jawab dan berperan
sebagai culture builder.
Budaya Individu cerminan Budaya Perusahaan
Bagaimanapun budaya perusahaan tidak bisa lepas dari budaya individu.
Budaya individu mencerminkan perilaku dari individu-individu anggota
perusahaan (karyawan) di semua lapisan. Namun demikian perlu adanya
internalisasi, penyelarasan, dan pemahaman terhadap budaya perusahaan. Role model dan culture builder
yang dimainkan oleh pemimpin akan sangat membantu dan mendorong
terimplementasikannya budaya perusahaan oleh semua karyawan di level
manapun. Dengan terimplementasikannya budaya perusahaan dengan penuh
komitmen dan penuh kesadaran oleh karyawan maka dalam jangka panjang
perusahaan akan mendapat manfaatnya. Tujuan dan cita-cita perusahaan
akan tercapai. Perusahaan akan berkembang dan sustainable dalam jangka panjang. Role model dan culture builder dibutuhkan untuk mengimplementasikan budaya perusahaan.
No comments:
Post a Comment