2.08.2010

Virus Baca


Membaca status seorang kawan di Facebooknya yang bunyinya kira-kira seperti ini: “survey tingkat baca masyarakat yg dilakukan UNICEF menempatkan Indonesia pada posisi 38 dari 39 negara…sungguh memprihatinkan”, membuat saya membayangkan saya saat masih muda dulu (emang sekarang dah tua? hehehe) dan melihat disekililing lingkungan pada waktu itu. Lingkungan dimana saya tinggal ketika itu memang jauh dari kemajuan bila tidak dapat dikatakan tertinggal sehingga budaya membacapun tentu saja jarang dijumpai. Kegiatan kami waktu itu ya sekolah, belajar, bermain. Namun begitu ada satu keluarga yang bisa dikatakan berlebih dari tetangganya, mempunyai anak seusia kami, disanalah biasanya kami merasakan bagaimana membaca selain buku pelajaran meski hanya sebuah majalah BOBO.

Sebenarnya, di rumah kamipun ada bacaan lain selain buku pelajaran yang juga sangat banyak di rumah, karena bapak adalah seorang guru. Di rumah ada majalah kuncup yang lazim ketika itu diperuntukkan untuk siswa SD dan keluarga kami ketika itu berlangganan majalah bahasa jawa “JAYABAYA”.

Ketika saya masih duduk di SD, guru kelas 5 saya waktu itu (Pak Jono) berinisiatif untuk membuka perpustakaan sekolah. Sejak saat itu saya mulai mengenal buku bacaan yang lebih beragam, dan sejak saat itu pula saya mengenal bagaimana mengelola perpustakaan (meski tingkatnya masih perpustakaan SD). Pada akhirnya ketika sudah beranjak dewasa, saya dipasrahi untuk mengelola taman bacaan desa, meskipun itu jujur hanya untuk keperluan lomba.

 Meskipun sudah bersinggungan dengan buku dan perpustakaan sejak masih kecil, namun minat baca ketika itu sara rasa masih sangat minim (ini saya sadari nanti ketika saya kuliah dan bergaul dengan para aktivis mahasiswa di HMI), ini terbukti sampai SMApun saya jarang sekali masuk perpustakaan (kecuali karena terpaksa mencari tugas atau karena terlambat datang dan dihukum tidak boleh masuk kelas), apalagi membeli buku bacaan. Sekarang saya sadari, bahwa minat baca saya ketika itu ternyata adalah karena pengaruh lingkungan.

Ketika saya masuk perguruan tinggi dan bergabung dengan para aktivis mahasiswa di HMI, disanalah saya sadari betapa bodohnya saya. Sedikitpun saya tidak mengetahui apa yang sedang didiskusikan, saya hanya bengong dan mendengar saja. Sejak saat itulah mulai saya bangun pilar-pilar kesadaran akan betapa penting dan bermaknanya bila kita gemar membaca. Lingkungan, ya.. itulah yang membentuk saya dengan minat baca. Ketika saya bergaul di HMI bersama Mas Fathur (El-Fath), Mas Roni, Mas Imron, Mas Roziq, Ristanto, Popoi dll yang ketika itu, setiap ada kesempatan baik dengan telentang diatas kasur, cangkruk’an di warung, nongkrong di parkiran mereka dengan santai membaca buku, dan pemikiran-pemikirannya juga tentu saja lebih luar, itulah motivasi saya.

Dengan kesadaran saya atas bodohnya saya ketika masih kecil dan remaja maka saya selalu menekankan kepada adik-adik saya untuk gemar membaca. Sampai ketika saya bertugas di Bengkulu, saya ingin masyarakat disekitar menambah pengetahuannya dengan membaca buku, maka kami melalui HTSC membuka rumahBACA. Terima kasih atas semua bantuannya kepada semua pihak yang berperan sampai rumahBACA tersebut berdiri, semoga dimanfaatkan dengan baik.

Kesimpulan dari ini semua, lingkungan terutama keluarga sangat mempengaruhi tingkat baca masyarakat, sehingga.. marilah kita sebarkan virus-virus membaca dimanapun kita berada, buat lingkungan sekitar kita gemar membaca. Percuma juga 100% melek huruf tapi tidak dimanfaatkan secara maksimal untuk menyerap berbagai macam pengetahuan yang tersebar dimana-mana. Bahkan, sekarang semakin banyak pengetahuan tersebar karena adanya internet, ada ebook dan lain sebagainya. Sehingga.. kegiatan kita ketika sedang menunggu adalah membaca, buka dengan gosip, melamun, atau melakukan kegiatan yang tidak produktif. Dengan begitu, semoga tahun depan peringkat Indonesia tidak lagi 38 dari 39, minimal virus itu sudah mulai menjalar terutama kepada para generasi muda Indonesia, mari maju Indonesia.

Iqra’.. bacalah..bacalah…

No comments:

Post a Comment